Gerakan Literasi SMA Santa Angela

BANDUNG - Pada Juli 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Salah satu hal pokok yang tertuang dalam peraturan tersebut yaitu kewajiban membaca buku nonteks pelajaran selama 15 menit sebelum jam pembelajaran dimulai setiap hari di sekolah. Berdasarkan amanat itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen) meluncurkan program Gerakan Literasi Sekolah (GLS).
Untuk mengawal program GLS, Ditjen Dikdasmen pada awal 2016 membentuk Satuan Tugas (Satgas) GLS. Satgas GLS terdiri dari beragam unsur yakni birokrat, akademisi, pegiat literasi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). 
Di awal 2016, Satgas GLS menerbitkan sejumlah buku panduan, antara lain Desain Induk GLS, Buku Saku GLS, Panduan GLS di SD, Panduan GLS di SMP, Panduan GLS di SMA, Panduan GLS di SMK, dan Panduan GLS di SLB. Kemudian menyusul buku Manual Pendukung Pelaksanaan GLS untuk SMP yang terbit pada pertengahan tahun. 
Fokus GLS pada 2016 adalah sosialisasi kepada semua pemangku kepentingan, mulai dari Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, kepala sekolah, guru, pengawas, dan kalangan internal Kemendikbud. Sosialisasi dalam bentuk workshop, bimbingan teknis, lokakarya, diskusi terpumpun, dan sisipan dalam beragam kegiatan seperti Rakor, festival, dan lomba yang diadakan semua unit kerja di lingkungan Ditjen Dikdasmen. Materi GLS juga disampaikan dalam pelatihan instruktur kurikulum, mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, hingga guru sasaran.
Demikian juga dengan SMA Santa Angela Bandung, tidak ketinggalan ikut serta dalam membangun Gerakan Literasi Sekolah melalui program Pojok Literasi. Diharapkan dengan program ini banyak peserta didik yang akan membaca buku nonteks. Kesadaran gemar membaca sudah dilaksanakan di SMA Santa Angela, hal ini bertujuan untuk menginovasi pengetahuan yang dari waktu ke waktu selalu berkembang. 
Secara konseptual, pengertian literasi yang diadopsi dan disosialisasikan Kemendikbud bukanlah sekedar kegiatan membaca dan menulis. Lebih dari itu, literasi dipahami sebagai kemampuan mengakses, mencerna, dan memanfaatkan informasi secara cerdas. Penumbuhan budaya baca menjadi sarana untuk mewujudkan warga sekolah yang literat, dekat dengan buku, dan terbiasa menggunakan bahan bacaan dalam memecahkan beragam persoalan kehidupan.
Gerakan literasi di sekolah diwujudkan melalui upaya mendekatkan buku dan siswa dengan adanya sudut baca kelas, lingkungan kaya literasi dengan hadirnya pojok baca di lingkungan sekolah, dan revitalisasi perpustakaan dengan beragam kegiatan penunjang pembelajaran. Sekolah juga didorong untuk mengembangkan berbagai kegiatan literasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Untuk memastikan program-program GLS berjalan optimal, sekolah juga ditekankan membentuk Tim Literasi Sekolah.
Dengan tumbuhnya budaya baca di sekolah, diharapkan minat baca masyarakat Indonesia meningkat. Posisi Indonesia yang selalu berada di posisi bawah dalam beragam survei literasi internasional terdongkrak.
Selain itu, masyarakat yang literat diyakini memiliki karakter yang kuat, yang menjadi salah satu tujuan Nawa Cita Presiden Joko Widodo. Di titik inilah GLS berada dalam posisi signifikan di dunia pendidikan tanah air.   

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.